ABSTRAK: Hukum Adat Dalihan Na Tolu

Judul : Hukum Adat Dalihan Na Tolu
Pengarang : R Tambun,S.Th,SH
Kota Terbit : Medan
Penerbit : Mitra Medan
Tahun Terbit :
Cetakan/Edisi : Cetakan I
Kolasi : v + 97 hal; 20,5 Cm
ISBN : 978 – 979 – 24 – 8634 – 6
No Klass : 340.509 598 12

ABSTRAK

Tanah Batak adalah daerah pedalaman di Sumatera Utara dengan Danau Toba sebagai pusatnya, adapun yang menjadi ciri khas orang Batak adalah adanya adat yang dalam konteks “Habatahon”dikenal dengan istilah “ruhut atau ugari”yaitu pedoman hidup yang harus di taati dan dipelihara dalam hidup sehari-hari sebagai suatu ketentuan yang berasal dari maha pencipta,ugari atau adat berasal dari bahasa arab yang berarti kebiasaan atau aturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh usaha orang dalam  suatu daerah  tertentu,semakin banyak tuntutan dan kebutuhan masyarakat akibat kejadian-kejadian  yang memerlukan aturan  semakin tambah  pula  jenis peraturan  adat yang di ciptakan, dan oleh karena keadaan sedemikian sering sesuatu kebiasaan menjadi di adatkan.

Kata Dalihan Na Tolu berarti “Tungku Nan Tiga” yang merupakan lambang dari system social masyarakat batak yang juga mempunyai tiga tiang penopang yang terdiri dari Hula-hula, Dongan tubu, Boru.Pada masyarakat Batak Toba segala hubungan kekerabatan baik berdasarkan pertalian darah maupun karena hubungan perkawinan, dikelompokkan kedalam tiga jenis kekerabatan tersebut. Falsafah Dalihan Na Tolu  yang berlaku  secara khusus pada masyarakat Batak, Suku Mana diatur menurut system kekerabatan berdasarkan marga dan menurut garis keturunan bapak, oleh sebab ini hubungan diantara setiap anggota masyarakat batak didasarkan atas jalinan  persaudaraan yang dalam, bila orang orang Batak berjumpa, tindakan  pertama yang dilakukan adalah saling menanyakan marga diantara mereka, barulah mereka bergaul sesuai  dengan kekeluargaan berdasarkan Dalihan Na Tolu.

Dari segi kacamata hukum Dalihan Na Tolu adalah merupakan lembaga musyawarah yang peranannya dominan dalam menyelesaikan sengketa tertentu yang timbul  dilingkungan  masyarakat itu sendiri. Dalihan Na Tolu bertindak sebagai dewan tertinggi penyelesaian sengketa yang timbul dan para pihak yang bersengketa jarang menolak kehadiran dan kebijaksanaan Dalihan Na Tolu , dalam hukum adat Batak, kesepakatan ataupun persetujuan para pihak yang bersengketa terhadap hasil musyawarah disebut dengan  Padan , tindakan Padan  didalam adat Batak menempati posisi yang tertinggi dari setiap tindakan lain yang dilakukan untuk maksud menjamin kepastian hukum dari sesuatu perbuatan yang dilakukan pihak-pihak tertentu, setiap keputusan yang telah disertai dengan  Padan menjadikan keputusan tersebut tidak dapat diganggu gugat lagi.

Persetujuan perdamaian secara Dalihan Na Tolu dibandingkan dengan Dading hukum perdata memiliki persamaan dalam hal: dilaksanakan secara musyawarah dan mufakat oleh pihak yang bersengketa demi mencapai penyelesaian, tindakan penyelesaian sederhana dan singkat, adanya unsur kerukunan yang dilandasi dengan kesadaran yang tinggi, sedangkan perbedaannya dapat dilihat berkisar pada : Penyelesaian sengketa secara Dading dilakukan dengan campur tangan Hakim Pengadilan Negeri sedangkan secara Dalihan Na Tolu tidak ada sangkut pautnya dengan pengadilan, Syarat Utama dalam Dading adalah akte yang merupakan pengikat bagi para pihak yang berdamai sedangkan Dalihan Na Tolu cukup dengan kata, kalau Dading bersifat Universal sedangkan Dalihan Na Tolu bersifat local, khususnya dilingkungan masyarakat Batak.