Peringati Hari Buku SeDunia 2020 Secara Online Di Tengah Pandemi

Hari Buku Sedunia 2020
Oleh: Wamdi ( Duta Baca Provinsi Riau)

Di tengah pandemi Covid-19 yang menjalari seluruh dunia saat ini, ada satu peringatan literasi yang gaungnya tidak begitu menggema dengan baik, yaitu World Book Day atau Hari Buku Sedunia, hari ini Kamis 23 April.

Peringatan Hari Buku Sedunia itu ditetapkan oleh UNESCO – sebagai salah satu lembaga PBB yang menangani Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan – pada Konferensi Umum di Paris tahun 1995. Sementara alasan kenapa tanggal 23 April itu yang dipilih adalah karena pada tanggal tersebut beberapa penulis besar dunia ada yang lahir dan ada yang meninggal.

Sebut misalnya yang lahir; Vladimir Nabokov pengarang Rusia yang namanya melambung lewat novel “Lolita” itu, Halldor Kiljan Laxness sang peraih Nobel Sastra tahun 1955 yang telah menulis 51 roman, Manuel Meija Vallejo, dan juga Maurice Druon. Sementara penulis besar dunia yang wafat di antaranya adalah; Miguel de Cervantes, Josep Pla, dan pujangga ternama yang karyanya “Romeo dan Julia” tidak pernah lekang ditelan waktu, dialah William Shakespeare.

Sementara tujuan UNESCO mendeklarasikan Hari Buku Sedunia ini adalah untuk mempromosikan budaya membaca, penerbitan dan hak cipta. Termasuk juga memberikan penghargaan pada buku-buka dan para penulisnya. Dan, sejak tahun 2001 UNESCO kemudian menetapkan Ibu Kota Buku Sedunia (World Book Capital) secara bergantian, mulai dari Madrid hingga Sharjah Uni Emirat Arab pada tahun lalu, 2019.

Untuk tahun 2020 ini negara tetangga kita Malaysia mendapatkan gilirannya, maka pada hari ini 23 April Direktur Jenderal UNESCO Audrey Azoulay dijadwalkan akan menyampaikan pidatonya dalam rangka menyampaikan perihal itu, Kuala Lumpur World Book Capital (KLWBC). Dan sejak diumumkannya, maka resmilah Kuala Lumpur-Malaysia sebagai Ibu Kota Buku Sedunia hingga setahun ke depan.

Sebagai salah satu anggota PBB Indonesia sejak tahun 2006 juga ikut merayakan ‘Hari Raya Literasi’ ini yang diinisiasi oleh Forum Indonesia Membaca (FIM). Kini, setiap tahun berbagai komunitas literasi ikut andil menyemarakkan hari tersebut dengan melakukan berbagai kegiatan yang intinya mengajak masyarkat untuk gemar membaca buku.

Sejarah para pendiri bangsa kita (the founding fathers) adalah sejarah para pembaca buku yang tiada duanya. Sebut misalnya Bung Karno, ia seorang Kutu Buku, karya-karya pengarang besar dunia menjadi bacaan hariannya, termasuk “Declaration of independence” yang disusun oleh Thomas Jeffereson. Suatu ketika dalam pengasingan di Bengkulu anak Residen Hooikas Jr bertanya perihal kegemarannya membaca buku tersebut, Bung Karno menjawab bahwa itu dia lakukannya karena suatu hari nanti ia meyakini akan menjadi salah seorang pemimpin negeri ini.

Tak kalah heroiknya, Bung Hatta juga ‘penggila’ buku, ke mana pun kakinya melangkah buku selalu turut serta menyertainya. Ketika kembali ke Tanah Air setelah sebelas tahun di Belanda ia membawa 17 koper, satu berisi pakaian dan 16 koper lainnya berisi buku. Termasuk saat ia diasingkan ke Boven Digul Tanah Papua sana, buku-buku itu diangkunya semua sampai ia mesti menyewa orang untuk mengangkat koper buku-bukunya tersebut. “Aku rela di penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas,” demikian ia meyakini bahwa buku membawa pembacanya melanglang buana ke mana-mana walaupun fisik dibatasi gerak.

Bila dua orang itu belum mewakili rasanya, maka kita juga akan terkagum-kagum pada kebiasaan membaca Syahrir, Haji Agus Salim, Muhammat Natsir, Tan Malaka dan tokoh-tokoh pejuang bangsa lainnya.

Bagaimana dengan budaya membaca masyarakat Indonesia hari ini? Ini pertanyaan yang akan terus digulirkan dan menjadi diskursus literasi anak bangsa ini setiap saat. Hasil penelitian terbaru masih di tahun 2016 yang dilakukan Central Connecticut State Univesity, data menunjukkan bahwa tingkat literasi kita di antara 61 negara yang disurvei berada di urutan ke-60, di atas Bostwana. Sementara Thailand di urutan 59, Malaysia diangka 53, dan Singapura dinomor 36.

Pemerintah dalam hal ini Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) terus berbenah dan melakukan berbagai terebosan. Mulai dari upaya membaca buku sebelum memulai pelajaran di kelas, kemah-kemah literasi, sastrawan berkarya di wilayah 3 T, bantuan motor pustaka, dan termasuk bekerja sama dengan berbagai komunitas literasi yang tersebar di seluruh tanah air.

Bagaimana dengan Provinsi Riau? Ini pertanyaan berikutnya. Kita sejak dahulu sudah dikenal sebagai “Negeri Sohibul Kitab” itu artinya Bumi Lancang Kuning tanah Melayu ini telah sejak lama tunak dan melek literasi. Bahkan sejak tahun 2016 Menteri Pendidikan kala itu Anies Baswedan mengumumkan bahwa Riau termasuk salah satu dari Provinsi Literasi.

Belakangan ini Perpustakaan Soeman Hs bahkan membentuk berbagai organisasi literasi, seperti Forum Literasi Remaja (FLR), Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB), Forum Taman Baca Masyarakat (FTBM), juga Dewan Perpustakaan Provinsi Riau (DPPR), juga melantik Bunda Baca Daerah, dan sejak tahun 2018 menunjuk Duta Baca Provinsi Riau.

Begitupun bila kita melihat perpustakaan sekolah di Riau. Tahun 2016 perpustakaan sekolah kita di urutan ke-2 tingkat Nasional, 2017 lagi-lagi di urutan ke-dua, 2018 turun ke urutan 3, dan yang terbaru tahun 2019 kita menduduki peringkat pertama, perpustakaan sekolah SMK Labor Pekanbaru binaan FKIP UNRI.

Sementara untuk koleksi buku, belakangan ini dikembangkan koleksi buku digital. masyarakat cukup mengunduhnya di Playstore, apakah iRiau, iPekanbaru, iSiak, iBengkalis dan aplikasi buku digital lainnya. Karena itu, alasan bahwa buku mahal atau tidak sempat ke perpustakaan sebenarnya tidak lagi relevan saat ini.

Komunitas-komunitas literasi saat ini di Riau juga terus bertambah dan bertumbuh walaupun tidak signifikan. Forum Lingkar Pena (FLP) masih konsisten mengembangkan diri dan diskusi karya-karya, Rumah Sunting masih saja keliling daerah ke berbagai pelosok Riau untuk menyebarkan ‘virus’ literasi, Rumah Suku Seni juga terus bergiat dan berkarya, Gerakan Riau Membaca (GRM), Komunitas Pena terbang, Komunitas Guru Ngopi (KGN) dan lainnya.

Namun, di tengah berbagai perkembangan positif itu tetap saja Riau harus terus berbenah diri, sehingga sebutan yang disematkan sebagai “Negeri Sohibul Kitab” atau “Provinsi Literasi” tidak sekedar gelar, tidak sekedar nama.

Di tengah wabah yang menuntut kepedulian kita hari ini, Kuala Lumpur sebagai Ibu Kota Buku Sedunia mengambil tema “Caring Through Reading” mudah-mudahan menggugah kita untuk juga peduli pada budaya membaca.

Dipersip melaksanakan peringatan Hari Buku sedunia dengan melakukan diskusi online bersama Diskominfo, Kepala Sekolah, Pegiat Literasi, Guru, Pustakawan dan Duta Baca. Kita tetap beraktifitas membaca dari rumah baik melalui buku bacaan dirumah maupun buku-buku digital dan berkerjasama dengan guru dan orang tua untuk membudayakan morning reading dan menulis intisari buku kepada anak-anak, agar anak-anak tetap mendapatkan ilmu dan bertransformasi inklusi sosial  melalui buku bisa menciptakan kreatifiatas yang menjadikan masyarakat mandiri dan sejahtera, ungkap Kadispersip Riau, Rahima Erna.

(Kamis, 23 April 2020).

Editor: Delviana Fransiska.