Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial dan SDGs

Pekanbaru- Dalam Siaran Pers Bappenas (22/05/2017) disebutkan bahwa pada tahun 2030-2040 Indonesia diprediksi akan mengalami bonus demografi, yakni jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 Tahun)  lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif (berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Penduduk usia produktif diprediksi mencapai 64 persen dari total jumlah penduduk yang diproyeksikan sebesar 297 juta jiwa. Agar Indonesia dapat  memanfaatkan secara maksimal dari bonus demografi, ketersediaan sumber daya manusia usia produktif yang melimpah harus diimbangi dengan peningkatan kualitas dari sisi pendidikan dan keterampilan, termasuk kaitannya dalam menghadapi keterbukaan pasar tenaga kerja.

Kadis Dipersip Riau, Dr Rahima Erna, M.Si

Sementara itu, pada tanggal 21 Oktober 2015,  Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)  membuat resolusi pembangunan bersama hingga tahun 2030 mendatang yang dikenal dengan  Sustainable Development Goals disingkat dengan SDGs. Di Indonesia, SDGs diartikan sebagai tujuan  pembangunan berkelanjutan. Di dalamnya terdapat 17 tujuan dan 169 capaian yang terukur dan disepakati oleh 193 negara. Tujuan itu berupa mengentaskan kemiskinan, mengentaskan kelaparan, kehidupan sehat dan sejahtera, pendidikan berkualitas, kesetaraan gender, air bersih dan sanitasi layak, energi bersih dan terjangkau, pekerjaan layak dan perptumbuhan ekonomi, industri inovasi dan infrastruktur, berkurangnya kesenjangan, pembangunan kota dan komunitas berkelanjutan, konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, penanganan perubahan iklim, ekosistem laut, ekosistem daratan, perdamaian keadilan dan peradaban yang tangguh, serta kemitraan untuk mencapai tujuan.

Dari 17 capaian itu sebagian besar merupakan program yang sedang digaungkan oleh Perpustakaan di Seluruh Indonesia. Program itu dikenal dengan Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial.  Konsep Inklusi sosial pertama kali muncul pada tahun 1970-an di Perancis sebagai respon terhadap krisis kesejahteraan di negara-negara Eropa. konsep ini kemudian menyebar keseluruh penjuru Eropa sepanjang tahun 1980-an  hinga 1990-an. Pada tanggal 6-12 Maret 1995, bertempat di Copenhagen Denmark, diadakanlah sebuah Konferensi Tingkat Tinggi World Summit For Social Development kemudian dikenal dengan sebutan Copenhagen Declaration On Social Development. Pada pertemuan di Copenhagen ini, para pemimpin dunia berjanji menagulangi kemiskinan, mendorong masyarakat yang stabil, aman dan adil bagi masyarakat sebagai tujuan utama dalam pembangunan.

Setelah diterapkan pada perpustakaan, istilah ini menjadi sebuah agenda pembangunan nasional di bidang perpustakaan dengan nama Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi soisal. Kementrian PPN/Bapenas juga sudah mengesahkan kebijakan ini di tahun 2018. Pada tahun 2019, Bapenas memberikan target kepada perpustakaan untuk melaksanakan kegiatan yang berbasis inklusi sosial sebanyak 300 lokasi dengan anggaran 145 miliar rupiah di tambah DAK sebesar 300 miliar. dalam 300 lokasi tersebut Riau baru mendapat 4 (empat) lokasi, yang terdiri dari  Perpustakaan Soeman HS Provinsi Riau, Perpustakaan Daerah Kabupaten Siak, Perpustakaan Daerah Kabupaten Kampar, Perpustakaan Daerah Kabupaten Pelalawan.

Tujuan Kebijakan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial adalah untuk meningkatkan literasi informasi berbasis TIK, meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat  memperkuat peran dan fungsi perpustakaan, agar tidak hanya sekadar tempat penyimpanan dan peminjaman buku, tapi menjadi wahana pembelajaran sepanjang hayat dan pemberdayaan masyarakat. Perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan Perpustakaan yang memfasilitasi masyarakat dalam mengembangkan potensinya dengan melihat keragaman budaya, kemauan untuk menerima perubahan, serta menawarkan kesempatan berusaha, melindungi dan memperjuangkan budaya dan Hak Azasi Manusia. Sesuai dengan tujuan  SDGs.

Seperti disebutkan sebelumnya, bahwa Transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan wujud perpustakaan sebagai pembelajaran sepanjang hayat. Di mana perpustakaan bukan hanya sebagai pusat sumber informasi tetapi lebih dari itu sebagai tempat mentrasformasikan diri sebagai pusat sosial budaya dengan memberdayakankan dan mendemokratisasi masyarakat dan komunitas lokal,  dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Untuk itu, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan  Provinsi (Dipersip) Riau berinisiatif memberikan informasi dan motivasi kepada seluruh lapisan masyarakat agar dapat melaksanakan kegiatan dan belajar di Perpustakaan Soeman HS. Pada tanggal 2 April 2019, Dipersip Riau akan melaksanakan kegiatan memperingati Hari Kartini. kegiatan ini akan di fokuskan pada pemberian motivasi kepada seluruh pengunjung perpustakaan yang hadir. Kegiatan yang bertemakan The Power of women: kartini zaman now sebagai penguatan advokasi untuk peningkatan kualitas hidup perempuan melalui literasi dan jaga arsip keluarga ini dilaksanakan untuk memotivasi dan memberikan pemahaman literasi yang meningkatkan taraf hidup bagi pengunjung perpustakaan terutama kaum perempuan. ” kegiatan ini bertujuan untuk meberikan motivasi kepada masyarakat agar dapat memanfaatkan fasilitas perpustakaan untuk kesejahteraan, kegiatan ini juga sangat mendukung SDGs dan program pengembangan berkelanjutan yang dicanangkan pemerintah.” Ujar Kepala Dipersip Riau, Dr. Hj Rahima Erna, M.Si.

“Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial masih baru, sehingga masih banyak yang belum paham, banyak yang belum mengetahui. Kita perlu mensosialisasikannya. kita juga perlu meotovasi masyarakat untuk dapat bersama-sama melaksanakannya.”, terang Rahima. Adalah Dr. Aqua Dwipayana yang diundang oleh Dipersip Riau untuk memberikan motivasi kepada seluruh pengunjung perpustakaan pada kegiatan ini. Aqua Dwipayana merupakan seorang motivator bonafit skala nasional. Dia penulis banyak buku best seller  salah satunya adalah The Power of Silaturahmi yang telah terjual  sebanyak 80000 eksamplar.