Literasi Sejarah : Festival Bakar Tongkang Bagan Siapiapi

Persiapan Festival Bakar Tongkang, Kota Bagansiapiapi sumber : Infopublik

Dipersip.riau.go.id. Kota Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau sangat terkenal dengan   2 perihal. Pertama, wilayah ini diketahui selaku salah satu wilayah penghasil ikan  terbesar di Dunia dengan pelabuhan terbanyak di tanah air pada masa dulu sekali. Kedua, Bagansiapiapi tentu saja dikenal dengan  tradisi bakar tongkangnya.

Kali ini kita akan bercerita sedikit tentang hal yang ke-2, Festival Bakar Tongkang. Adalah salah satu acara budaya yang diadakan di Rokan Hilir, Provinsi Riau, Indonesia. Acara ini biasanya diadakan setiap tahun dan menjadi salah satu acara yang paling dinanti-nanti oleh masyarakat setempat.

Festival ini diadakan sebagai bagian dari upacara adat bakar tongkang yang sudah menjadi tradisi turun-temurun di Rokan Hilir. Selain sebagai wujud rasa syukur dan penghormatan kepada dewa-dewa laut atas hasil tangkapan ikan yang melimpah, acara ini juga diadakan untuk mempromosikan pariwisata dan budaya daerah kepada wisatawan yang datang berkunjung.

Ilustrasi Bakar Tongkang Pada Festival Bakar Tongkang, Kabupaten Rokan Hilir, Kota Bagansiapi Provinsi Riau

Tradisi ini memiliki cerita yang sangat erat dengan kelompok imigran Tiongkok pertama yang meninggalkan tanah air mereka serta menetap di Riau di pulau Sumatra yang kemudian dikenal dengan nama Bagansiapiapi. Bakar tongkang berarti membakar kapal( terakhir) tempat mereka berlayar. Peristiwa ini terjadi  pada tahun 1826. Dari kisah ini diyakini kalau leluhur Bagansiapiapi merupakan orang Tang- lang generasi Hokkien yang berasal dari Distrik Tong’ an( Tang Ua) di Xiamen, Provinsi Fujian, di Tiongkok Selatan yang meninggalkan tanah airnya dengan kapal yang mempunyai pangkalan datar  yang digunakan sebagai alat pengangkat pasir serta mineral yang ditambang skemudian ‘tongkang’. Awal mulanya, terdapat 3 kapal tongkang dalam ekspedisi ini, akan tetapi cuma satu kapal yang menggapai tepi laut Sumatra. Adalah Kelompok yang dinahkodai oleh Ang Mie Kui lah yang sukses medaratkan kapal yang ditumpanginya di tepi laut Riau karena mengikuti hewan kunang- kunang yang berkedip- kedip  ditengah malam dan oleh penduduk setempat dikenal dengan nama api-api. Sesampainya di tanah tidak berpenghuni yang terdiri dari rawa- rawa, hutan, serta padang rumput, mereka memutuskan buat menetap dan memberinya nama Bagansiapiapi ataupun“ Tanah Kunang- kunang”. para imigran ini bersumpah bahwa mereka tidak akan kembali ke tanah air mereka, kemudian mereka  membakar kapal tongkang tersebut dan menetap hingga sekarang diwilayah Kabupaten Rokan Hilir tersebut.  Festival bakar tongkang ini dirayakan tiap tahun pada hari ke- 16 bulan ke- 5 berdasarkan kalender tahunan Tiongkok, tradisi ini pula yang disebut Go Gek Cap Lak( dari kata Go berarti 5 serta Cap Lak yang berarti ke- 16) disorot dengan aksi simbolis membakar replika kapal tradisional Cina selaku puncak festival.

Adapun Replika kapal yang dibakar dalam festival tersebut bisa mencapai ukuran  8, 5 meter, lebar 1, 7 meter serta berat  400Kg. Kapal ini didiamkan sepanjang satu malam di Kuil Eng Hok King, diberkati, serta setelah itu dibawa dalam prosesi lewat kota di mana kapal tersebut  hendak dibakar. Prosesi bakar Tongkang juga mengaitkan atraksi Tan Ki. Atraksi ini menampilkan beberapa orang untuk menunjukkan akr keahlian raga mereka secara akrobatik yang luar biasa, menusuk diri mereka dengan pisau ataupun tombak tajam tapi tidak meninggalkan bekas luka, agak mirip dengan tradisi Tatung di Singkawang di Kalimantan Barat. Pada tahap ini, ribuan potongan kertas doa kuning hendak ditemplekan  pada kapal disertai  doa- doa dari orang- orang kepada leluhur mereka, sebelum kapal itu akhirnya terbakar.

Selain itu, dalam festival ini juga diadakan berbagai kegiatan lain seperti lomba perahu nelayan, pertunjukan seni budaya, dan pasar malam. Semua kegiatan tersebut dirancang untuk mempromosikan budaya dan pariwisata Rokan Hilir.

Festival Bakar Tongkang menjadi daya tarik yang menarik minat wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri. Acara ini menunjukkan kekayaan budaya dan tradisi daerah Riau yang harus dijaga dan dilestarikan. Selain itu, kegiatan ini juga memberikan manfaat ekonomi dan sosial kepada masyarakat setempat, seperti penghasilan dari penjualan makanan dan suvenir serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melestarikan kearifan lokal dan menjaga lingkungan sekitar.